Zaman sekarang, jarang sekali kita temui perempuan yang mau tinggal
diam di rumah. Cukup banyak perempuan menganggap menjadi ibu rumah tangga bukanlah
perempuan modern. Perempuan modern bagi mereka adalah perempuan yang memiliki
kesibukan di luar rumah. Semakin sibuk di luar, semakin modern. Pulang dari
kantor, mereka masih ikut kegiatan senam, yoga, atau hang out bersama teman
kerja. Hari libur pun, tetap harus ke luar rumah dengan berbagai kegiatan,
entah itu kegiatan sosial, arisan atau reunian.
Sesungguhnya, media barat berperan sangat
penting dalam membentuk cara berpikir masyarakat. Lewat majalah, televisi,
maupun film, mereka melihat gaya hidup perempuan-perempuan barat.
Perempuan-perempuan yang berkarir, sibuk dan yang menjadi sorotan media. Sehingga ketika
anak gadis kita yang setelah menamatkan kuliahnya memutuskan tidak bekerja
karena menikah, sang ibu akan berkata, “ ngapain kuliah tinggi-tinggi kalau
akhirnya cuma di rumah saja? “ Seolah menjadi ibu rumah tangga adalah
pengangguran. Kegiatan yang membuat orang jenuh, suntuk, terkekang karena menjadi
istri, ibu, totally home yang dari
pagi ke pagi hanya mengurus rumah tangga.
Mengapa menjadi full time mother itu sangat dihindari oleh para wanita sekarang?
Nancy Reagan, istri mantan presiden Amerika Serikat yang tumbuh di negara maju
pernah berkata, “ Apa salahnya menjadi istri yang mengurus rumah, anak dan
suami? Saya pikir menjadi istri, ibu, adalah panggilan yang paling mulia. “
Sementara pelaku working mom merasa
dihakimi dan dibully pihak full time
mother karena mereka memilih menjadi perempuan karir. Perempuan bekerja
merasa mereka juga mencintai keluarga. Mereka merasa tidak lepas tangan dalam
mengurus anak meski harus membayar pengasuh anak atau menitip jaga kepada
nenek, sepupu atau di tempat penitipan anak. Di sela-sela waktu kerja mereka
masih bisa pulang ke rumah untuk menyusui bayi, masih sempat menyiapkan sarapan
pagi dan membacakan cerita kepada anak sebelum tidur.
Agama Islam tidak mengukung para perempuan
dan membolehkan kehadiran mereka di luar. Namun ada hal-hal yang harus
diperhatikan seperti keluarnya atas izin suami, berpakaian syar’i, aman dari
fitnah, serta adanya mahram ketika melakukan safar. Bahkan jenis-jenis pekerjaan
pun harus sesuai dengan aturan Islam. Ketika syarat-syarat tersebut telah
terpenuhi, maka perempuan boleh keluar rumah bahkan untuk bekerja. Namun, masih
adakah di zaman sekarang ini yang mau menerapkannya? Kita menemukan, dalam satu
ruang kantor, lelaki dan perempuan berbaur dan bergaul sangat akrab. Tidak mengherankan
jika angka perceraian meningkat tinggi karena kesempatan untuk berselingkuh pun
terbuka lebar.
Munculnya kebiasaan perempuan bekerja di
luar rumah sebenarnya dimulai di Amerika tatkala pecah Perang Dunia II, dimana
dibutuhkan tenaga kerja di berbagai bidang karena para pria di persiapkan untuk
bertempur. Dampaknya setelah itu sungguh mengerikan. Banyak anak- anak yang
terjerat narkoba karena ibu-ibu tidak punya waktu lagi untuk anak-anak mereka.
Kemudian ketua Rumah Sakit Jiwa di Phoenix meminta agar ibu-ibu dikembalikan ke
rumah masing-masing. Apa yang telah dicapai Amerika sejak perempuan-perempuan
aktif di luar rumah, memang tampaknya maju namun sesungguhnya semu.
Seadainya para perempuan mau berterus
terang, kebanyakan dari mereka bekerja karena ingin memiliki kehidupan yang
mewah. Ingin hidup seperti teman atau kenalan mereka yang kaya. Bekerja di luar
rumah juga suatu pengalaman yang mengasyikkan. Dapat bertemu banyak orang dari
berbagai lapisan, bisa punya banyak teman, selalu tampil rapi dan wangi. Alasan
lain yakni ingin leluasa membeli apa saja yang tidak dapat dibeli dari
penghasilan suami. Mereka jadi lebih bebas membelanjakan uang mereka tanpa
harus minta izin suami.
Banyak suami yang melarang istri mereka
bekerja di luar rumah, namun tak sedikit pula yang mendorong istri-istri mereka
untuk bekerja. Bukan hanya wanita yang mendambakan hidup mewah, lelaki pun
sama. Ingin memiliki rumah beberapa buah, kos-kosan, mobil seharga setengah
miliar, perhiasan, tabungan di berbagai bank, jalan-jalan ke Eropa dan
sebagainya. Tak jarang ada istri yang membelanjai suaminya. Lama kelamaan
wanita itu sadar kalau ia telah dimanfaatkan suaminya.
Ada perempuan memutuskan bekerja untuk
meringankan beban suami. Alih-alih meringankan beban suami, justru memberatkan
beban si suami karena keinginan istrinya pun mulai beraneka macam. Semula hanya
memakai sepatu KW, kini beralih memakai sepatu original. Sebelum bekerja hanya
memiliki dua buah tas tangan, namun setelah bekerja menjadi kolektor tas. Jika
memang berniat membantu suami, cara terbaik adalah kurangi nafsu belanja. Inilah cara paling
manjur untuk mengatasi masalah keuangan.
Tatkala perempuan bekerja memiliki
penghasilan lebih besar daripada suaminya, tanpa ia sadari bahwa ia menjadi
terlalu mandiri. Ia akan membeli barang-barang yang tak mampu suaminya beli.
Akhirnya ia tak lagi membutuhkan suaminya. Perilaku perempuan ini pun menjadi
sombong. Kemungkinan lain adalah perempuan yang aktif di luar rumah menjadi
perempuan yang keras dan kasar. Apa yang dia lakukan harus sesuai
perhitungannya karena ambisi yang meluap-luap. Tidak salah menjadi orang yang
ambisi dan pintar. Namun jangan sampai menjadi perempuan yang tak dicintai lagi
oleh pasangan karena sifat perempuannya yang memudar.
Allah SWT berfirman,“Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyyah yang dahulu.”(QS. Al Ahzab:33). Maksud dari ayat ini
adalah hendaklah perempuan berdiam di rumahya dan tidak keluar kecuali jika ada
kebutuhan. Jangan pernah merasa minder menjadi perempuan yang hanya diam di
rumah. Menjadi ibu rumah tangga itu merupakan proyek yang luar biasa besar,
proyek akhirat! Istri BJ. Habibie, ibu Hasri Ainun yang bergelar dokter
berkata, “ Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Namun saya
berpikir buat apa uang tambahan yang cukup banyak itu akhirnya diberikan kepada
pengasuh anak dengan resiko kami kehilangan kedekatan pada anak sendiri?”
Seorang ibu merupakan madrasah pertama
bagi anaknya, guru pertama di dunia dan tiang suatu negara. Berikan ilmu yang
telah didapat untuk anak-anak kita. Jangan anggap percuma merengkuh ilmu
setinggi langit karena semua itu untuk anak-anak kita. Perempuan harus pintar
dan cerdas karena melahirkan generasi yang brilian. Jangan jadi perempuan
berpenampilan yang amat mengagumkan di luar, namun di rumahnya sendiri dia
gagal. Demikianlah tulisan saya tulis bukan berarti saya menentang wanita
karir, tapi hanya sebagai renungan sebelum kita memutuskan untuk menjadi full
time mother or working mom.
Dina Triani
GA (Writer/Full Time Mother-Banda Aceh)