Oleh Maghfirah
Pelajar kelas IX A SMP Negeri 1 Meureudu, Pidie Jaya
Di suatu malam yang sunyi, di
saat orang-orang masih tertidur pulas, azan subuh pun berkumandang di masjid.
Dengan tanpa disangka-sangka, terjadi bencana gempa yang sangat dahsyat. Gempa
yang berkekuatan 6.5 skala richter mengguncang negeri kami, Pidie Jaya
pada hari Rabu, tanggal 7 Desember 2016.
Gempa yang terjadi tidak berlangsung lama, hanya beberapa menit saja, namun
dalam hitungan menit itu semua orang
terbangun dan keluar dari rumah untu menyelamatkan diri. Banyak sekali bangunan
yang rubuh, bahkan masjid-masjid pun ikut rubuh. Akibatnya, banyak pula orang
yang meninggal akibat terjepit reuntuhan bangunan di saat mereka berusaha
menyelamatkan diri saat itu. Tercatat
103 orang meninggal. Data yang diberitakan oleh TribunNews, 10 desember
2016 saat itu tercatat pula 857 orang luka-luka, yaitu 139 orang luka berat dan
718 orang luka ringan. Sementara jumlah pengungsi terus bertambah karena
masuknya laporan dari beberapa pos pengungsian. Tercatat 45.329 orang mengungsi
yaitu 43.613 orang di Pidie Jaya dan 1.716 orang di Bireuen. Pengungsi di Pidie
Jaya tersebar di 6 kecamatan, yaitu di Kecamatan Pante Raja 1.478 orang,
Meureudu 9.925 orang, Ulim 7.419 orang, Meurah Dua 7.194 orang, Trienggadeng
9.653 orang, Bandar Baru 4 orang, Bandar Dua 1.520 orang, dan Jangka Buya 1.474
orang.
Pada saat itu, semua orang tidak
memperdulikan akan hartanya. Mereka hanya mencari keluarga. Di saat gempa sudah berhenti, semua orang pergi untuk
mengungsi ke temat-tempat yang lebih aman. Banyak orang yang kehilangan
keluarganya. Gempa itu memisahkan keluarga seperti ayah kehilangan anak atau
anak dengan ibunya dan lain-lain. Banyak orang yang mengungsi, karena takut
pulang ke rumah, karena setelah gempa besar tersebut sering diikuti gempa
susulan setiap malam dan setiap hari. Orang-orang pun tidak tenang melakukan
aktivitas mereka. Gempa dahsyat yang menyebabkan banyak korban itu, mengundang
banyak perhatian dan keperdulian orang. Maka, banyak bantuan yang datang dari
luar Pidie jaya. Bantuan dari orang-orang yang sangat peduli dan berempati
kepada masyarakat Pidie jaya yang sedang ditimpa musibah bencana gempa dahsyat.
Sejak itu, setiap hari bantuan masuk ke desa-desa. Para korban pun sangat
bersyukur atas bantuan itu.
Dari peristiwa gempa itu, yang
sangat mengherankan adalah mengapa banyak masjid yang runtuh? Padahla, kan
masjid itu tempat ibadah? Banyak orang yang bertanya-tanya soal itu.Tetapi ada
orang yang mengatakan bahwa masjid runtuh karena orang-orang mulai lalai dan
mulai meninggalkan salat. Apalagi di waktu magrib, banyak orang yang masih di
warung kopi, berantai-santai. Padahal, waktu magrib adalah waktu untuk pergi ke
masjid untuk menulaikan kewajiban salat. Tapi kenyataannya banyak orang yang
masih lalai. Bukan hanya itu, di waktu subuh apalagi, orang-orang malas bangun
dan salat subuh. Maka, mungkin saja, gempa dahsyat itu adalah peringatan Allah
kepada kita. Peringatan agar kita kembali dan terus beribadah kepada Allah.
Ketika peristiwa gempa dahysat,
6.5 SR itu terjadi, bukan saja mereka yang mengalami musibah dan menjadi korban
dari musibah itu, aku juga salah satu yang termasuk sebagai bagian dari korban
bencana. Aku merasa sangat trauma dengan
bencana itu. Sampai-sampai aku takut masuk ke rumah. Kami tiak ikut mengungsi
ke tempat pengungsian, kami tidur di balai depan rumah. Ada juga yang memilih
tidur di teras. Kondisi memang buruk, sehingga untuk salat pun susah, karena
gempa susulan terjadi terjadi. Namun kami tetap focus melaksanakan salat.
Setelah bebebarap hari, saudaraku
yang tinggal di Banda Aceh pulang ke Pidie Jaya untuk menjenguk kami dengan
membawa oleh-oleh atau bantuan buat kami. Tentu saja kami sangat senang, karena
pada waktu itu kami memang sangat membutuhkan bantuan itu. Apalagi mereka ada
di samping kami.
Nah, dalam masa trauma itu,
selama beberapa bulan kami tidak bersekolah, karena kondisi yang masih belum
pulih. Untunglah sebelum peristiwa gempa terjadi, ujian sekolah sudah usai.
Sebenarnya, setelah ujian selesai. Besoknya
kami mau ikut lomba ekstra kurikuler, tetapi di pagi harinya terhadi
gempa yang sangat dahyat. Hari demi hari pun dilewati dengan rasa takut dan
was-was. Orang-orang masih diselimuti rasa takut dan trauma. Bahkan ada juga
yang bukan hanya trauma, tepai sudah menjadi sangat phobia dan itu benar-benar
berbahaya. Apalagi ketika gempa susulan masih terus terjadi. Alhamdulilah pula,
kebaikan orang-orang yang tidak mengalami musibah mengalir memberikan bantuan
kepada kami.
Dua bulan setelah gempa dan gempa
sudah berhenti, tidak ada lagi gempa susulan, aku pu n mulai bersekolah lagi.
Sejak hari itu pula kami bisa kembali menenangkan diri kami. Karena di sekolah
juga banyak orang yang datang menjenguk dan menghibur kami, sekali gus
memberikan bantuan kepada kami. Kami pun mulai terhibur dan berusaha melupakan
gempa itu. Hari-hari yang kami lewati pun semakin membaik dan merasa tenang.
Namun, peristiwa itu bagiku adalah bencana dahsyat yang pernah kami alami yang
rasanya seperti hari kiamat saja. Hingga sekarang masih ada bayangan –banyangan
kejadian iti di fikiran. Bagiku, itu adalah peringatan dan cobaan Allah agar kita tidak berbuat
maksiat dan selalu beribadah an berdoa supaya bencana-bencana seperti tidak
terjadi lagi di Pidie jaya.