Oleh Rachmadi
Mahasiswa S1 Perbankan Syariah FEBI UIN- Ar-raniry, Darussalam, Banda Aceh
“Di dunia ini hanya di Aceh 80 persen generasi muda
duduk di café siang dan malam. Ini musibah yang lebih besar dari bom atom.” (Prof. DR. Farid Wajdi Ibrahim, MA., Rektor Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh).
Aceh adalah provinsi yang dijuluki dengan negeri 1001 warung kopi.
Bagaimana tidak, di sana terdapat banyak sekali warung kopi dengan berbagai
macam variasi, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai dengan warung kopi bergaya
modern. Nongkrong di keudee kupi (warung kopi) telah menjadi rutinitas
yang mendarahdaging bagi pribumi Aceh, tak terkecuali dari kalangan mahasiswa. Hanya
dengan bermodalkan Rp 3000,- saja, mereka bisa menikmati secangkir kopi nikmat
ditambah fasilitas free wifi tanpa batas hingga warung tersebut tutup. Mahasiswa
memanfaatkan kesempatan itu untuk berbagai macam hal, mulai dari mengerjakan
tugas kuliah maupun sekedar berkumpul dengan teman-temannya.
Namun tak sedikit orang yang men-judge
bahwa mahasiswa yang berada di warung kopi hanya membuang waktu dengan sia-sia,
sampai seorang rektor dari salah satu universitas terkemuka di Banda Aceh
pernah mengakatan “Di
dunia ini hanya di Aceh 80 persen generasi muda duduk di café (warung kopi)
siang dan malam. Ini musibah yang lebih besar dari bom atom.” Benarkah
demikian? Jika ditelusuri lebih jauh, mereka yang sering duduk di warung kopi
dapat kita kenali dalam beberapa macam bentuk. Tidak semuanya cuma datang untuk
bercerita dan tertawa saja. Tetapi sebagian yang lain mempergunakan waktu dengan
belajar berbagai macam keahlian guna mengeksplorasi potensi diri. Bagi yang
punya hobi ngeblok pasti sering di warung kopi, atau sekumpulan orang
yang terbiasa berselancar di dunia maya juga mendatangi warung kopi. Bahkan
yang punya hobi membaca pun tak jarang mencari sumber bacaan pada situs-situs
yang tersedia di internet.
Warung kopi juga bisa menjadi ruang
diskusi dosen atau tempat alternatif untuk memberikan perkuliahan kepada
mahasiswa ketika suasana kelas tak lagi nyaman. Para pejabat daerah pun yang
tentunya sudah terlalu jenuh berada di ruang rapat, warung kopi adalah pilihan
untuk melepas penat dari aktivitas mereka dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Dan mereka yang tidak terbiasa bekerja dengan suasana hening di dalam kamar,
tetapi lebih senang berada di dalam kebisingan para manusia juga sering
berlama-lama di warung kopi untuk mencari rasa damai dalam ramai (Otten
Magazine). Semua tergantung pada niat pribadi masing-masing, untuk apa ke warung
kopi?
Minum kopi memiliki segudang manfaat
bagi kesehatan (baca: webkesehatan.com). Dengan mengkonsumsi setidaknya empat
cangkir kopi dalam sehari dapat menurunkan resiko terkena batu empedu. Selain
itu minum kopi dua sampai tiga cangkir sehari menjadikan seseorang 15 persen
lebih kecil kemungkinannya untuk
mengalami depresi. Penelitian lain juga menyebutkan kopi dapat membantu
meningkatkan memori baik itu memori jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam
sebuah studi tahun 2005 yang dipresentasikan pada Radiological Society of
North America, para peneliti mendapati bahwa mengkonsumsi dua cangkir kopi
berkafein meningkatkan memori jangka pendek dan kecepatan reaksi.
Dari pembahasan di atas dapat kita
simpulkan bahwa sebagai mahasiswa pecinta kopi harus lebih cerdas dalam
memanfaatkan keberadaan warung kopi. Apakah hanya sekedar menghabiskan detik
demi detik tanpa melakukan sesuatu yang berdayaguna tinggi ataukah menjadikan
warung kopi sebagai sarana untuk menggali inovasi sekaligus tempat
bersilaturrahmi dengan sesama. Selamat minum kopi !.