Oleh: Harri Santoso
Pernahkah anda melihat orang-orang di sekitar anda dengan kondisi fisik, fisikis bahkan perilaku yang berbeda dari kebanyakan masyarakat? Masyarakat dahulu menyebutnyadengan orang cacat. Namun pemerintah pada tahun 2010 telah mengubah istilah tersebut menjadi penyandang disabilitas dalamrangka mengurangi diskriminasi terhadap mereka. Selain istilahpenyandang disabilitas dikenal pula istilah penyandang difable, istilah penyandang difable dianggap jauh lebih positif dibandingistilah penyandang disabilitas. Jika merujuk dari istilah di-able yang berarti kemampuan ganda sedangkan istilah dis-abilitasbermakna ketidakmampuan ganda. Namun kita harusmenyepakati bahwa kedua istilah di atas yaitu disabilitas dandifable telah menggantikan istilah penyandang cacat dalam rangka mengurangi bahkan menghilangkan diskriminasi yang dilakukan baik masyarakat maupun Negara. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksidengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam masyarakat kita, penyandang disabilitas sering sekali mengalami diskriminasi dan stigma, sehingga mereka tidak mampu tumbuh dan berkembang sebagaimana masyarakat lainnya. Beberapa contoh diskriminasi yang kerap terjadi pada mereka, kurang mendapatkan prioritas untuk belajar di sekolah, kesempatan kerja, kesempatan belajar di perguruan tinggi.Beberapa contoh stigma yang melekat pada anak-anak penyandang disabilitas dianggap dapat menularkan penyakit, sehingga orang tua akan keberatan jika anak-anak disabilitas bersekolah di sekolah umum . Oleh karena itu, perlu upaya yang tepat agar para penyandang disabilitas ini dapat berkembang secara maksimal antara lain aksesibilitas. Aksesibilitasmerupakan kemudahan yang disediakan untuk penyandangdisabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan. Sebagaipenutup izinkan penulis memberikan contoh aksesibilitas yang diberikan Negara Amerika kepada masyarakatnya yang mengalami kebutaan. Pada saat belajar di Oberlin College Ohio Amerika Serikat, penulis menemui seorang dosen yang mengalami tuna netra, ruangannya dipenuhi dengan buku-bukudan fasilitas computer bicara untuk memudahkannya dalambekerja. Selain itu, dosen tersebut juga mendapatkan fasilitas 1 ekor anjing yang dapat menghantarkannya dari rumah menujuke tempat ia bekerja atau jika si anjing tidak dapatmenghantarkannya, pemerintah setempat telah menyediakanjalan khusus yang dapat dapat dilaluinya tanpa bantuan orang lain dari rumahnya menuju ruang kerjanya di Kampus Oberlin College. Semoga tulisan yang singkat ini dapat mencerahkankita terhadap definisi penyandang disabilitas.
Harri Santoso., S.Psi.,M.Ed adalah Pengajar di FakultasPsikologi UIN Ar-Raniry dan Pengamat AnakBerkebutuhan Khusus. Berdomisili di Banda Aceh. E-mail: harri.santoso@ar-raniry.ac.id