Oleh Tabrani Yunis
Nak, kau dengarkah gemuruh-gemuruh suara riuh rendah
Menghujam ulu hati nan gelisah
Lantang menukik ke dinding sungai yang mengalir deras di urat-urat nadi bagai darah
Tumpah
Tanah basah
Air mengalir deras dari suara-suara mereka yang ingin berubah
Nak, kau dengarkah suara-suara itu
Tak henti-henti terus mengetuk pintu hati para penguasa
Mendorong dan membuka dengan kata dan prasa
Membuka mata hati penguasa
Mendesak pintu hati melihat realita
Ya, negeri ini sudah terlalu sesak dengan resah, gelisah dan amarah
Kemiskinan dan kekhufuran terus bertambah
Bukan tak ada salah pemerintah
Rakyat jelata semakin susah
Nak, lihatlah mereka yang tengah berteriak membahana
Menusuk lubuk hati dan amarah
Tak hanya dihujani keringat dan peluh
Bahkan bermandi darah
Nak, dengarlah suara -suara mereka lantang menyuarakan hati nan gelisah
Dalam suara riuh rendah
Walau sering kali memuntahkan desah
Karena mereka diselimuti gelisah
Dengarlah gemuruh amarah tumpah
Agar semua bisa indah
Nak, selayaknya kau juga bertanya mengapa ada amarah?
Mengapa mereka gelisah?
Mengapa mereka harus bersusah payah?
Hingga berdarah-darah
Bahkan tubuh-tubuh mereka rebah tergeletak ke tanah?
Apakah gemuruh suara keras itu terlalu rendah?
Mengapa pula harus bertumpah darah?
Mungkinkah karena kita terlalu gundah?
Atau karena tak ingin hidup susah?
--